Search Insights & Web

Hentikan Pelecehan Simbol Perempuan!

 

Bias Gender
Ilustrasi: monash.edu

Insights Knowledge [IK] - Oleh Alam Wangsa Ungkara. Perempuan bukan saja mengacu pada sosok wanita secara jasmaniah, tetapi juga ditunjukkan oleh simbol-simbolnya. Simbol perempuan ini berkaitan dengan cara bersikap, bertutur kata, bahkan sampai cara berpakaian. Semua itu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya, moral dan agama.

Dalam tulisan ini, saya mencoba menelaah pemikiran-pemikiran mengenai studi perempuan yang berkaitan dengan isu-isu gender, khususnya yang berkaitan dengan gerakan feminisme di Indonesia, sehingga mencoba mencari titik tolak untuk melakukan tindakan (baca aksi) yang tepat dalam menyikapinya. Mengingat bahwa studi perempuan banyak ditekuni oleh para wanita itu sendiri. Saya sebagai laki-laki ingin memberi persfektif yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca yang berminat menelaah masalah perempuan dan isu gender.

Pengertian kata “perempuan” dan “wanita” digunakan dengan pengertian yang sama atau sinonim, meskipun menurut Prof Dr Saparinah Sadli , ditinjau dari asal kata berbeda artinya. Namun demikian, diharapkan bahwa penggunaan kata perempuan dan wanita  dalam tulisan ini tidak dipersepsi sebagai berpreferensi pada tujuan terselubung atau tujuan politis.

Beberapa literatur yang saya baca tentang gerakan perempuan, diantaranya menunjukan perjuangan yang sangat berat bagi perempuan berkaitan dengan ideologi gender untuk “melawan” dominasi laki-laki dalam segenap kehidupan keluarga, masyarakat hingga kebangsaan. Isu-isu sosio-psikologis, ekonomi hingga politik banyak melatarbelakangi gerakan perempuan di berbagai belahan dunia. Gerakan-gerakan ini muncul akibat adanya persepsi atas dikotomi gender laki-laki dan perempuan. Pertanyaan mendasar yang dikemukakan dalam awal diskusi ini adalah: apa yang dimaksud gender laki-laki dan perempuan? Apa yang menyebabkan semua anggapan bahwa di dunia ini terdapat ketidakadilan gender?

Dalam banyak budaya, wanita dianggap sebagai representasi manusia yang lemah. Dengan adanya postulat seperti ini, menjadikan simbol-simbol yang mengacu pada perempuan ini sebagai simbol kelemahan, pengecut dan penakut. Berikut ini penulis mengangkat beberapa fenomena pelecehan simbol-simbol perempuan.


A. Ayam Betina

Dalam banyak kasus demontrasi di Indonesia, khususnya setelah masa reformasi, banyak menggunakan simbol-simbol perempuan. Masalahnya, penggunaan simbol-simbol perempuan ini bertendensi negatif. Contoh yang paling faktual adalah dalam demonstrasi terhadap Kantor pemerintahan, kita melihat para demonstran yang memberikan ayam betina kepada Kepala kantor tersebut sebagai simbol kelemahan, pengecut dan penakut. Pertanyaannya mengapa harus ayam betina?

Tanpa banyak disadari oleh kita, ayam betina yang mewakili konsepsi sikap lemah dan tak berdaya menunjukkan sesuatu yang lebih dalam. Kata betina, dalam kasus ayam betina, ini bersinonim dengan kata wanita dan perempuan atau dalam bahasa Inggris disebut female, bahasa Sunda Awewe. Perempuan, wanita, betina atau female hanya mengacu pada kondisi fisik, yaitu makhluk yang memiliki vagina.


B. Celana Dalam Wanita

Lihat saja sewaktu Demonstrasi mahasiswa yang menyerahkan kado pakaian dalam wanita kepada Ketua DPRD Bekasi tahun 2010 silam. Pakaian dalam wanita sebagai bentuk protes terhadap DPRD yang dianggap tidak memiliki keberanian dalam mengungkap kasus.

Tanpa harus penggunaan celana dalam wanita masih bias kan? Misalnya celana dalam laki-laki bekas sebagai protes bahwa DPRD berperilaku kotor. Kesan melecehkan simbol wanita sangat kentara. Tidak saja celana dalam, pokoke pakaian dalam wanita termasuk Bra.

Ada perempuan yang lebih hebat dari lelaki. Hanya karena keran kesempatan saja yang belum dibuka secara lebar. Pakaian dalam perempuan, menunjukkan budaya patriarkhi masih kuat di masyarakat.
Tidak hanya demonstran laki-laki, demonstran perempuan juga sering membawa simbol-simbol perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan sudah terlalu lama berada di bawah dominasi laki-laki.

C. Poligami dan Isu Gender

Poligami sebagai salah satu syariat islam yang hukumnya boleh, merebak menjadi isu nasional yang ramai dibicarakan. Terlebih ketika Aa Gym tokoh agama yang populer di kalangan perempuan, berpoligami. Hujatan demi hujatan muncul. Pro dan kontra dibahas dalam berbagai media di setiap kesempatan.

Uniknya bagi mereka yang pro mengatakan seolah-olah menjadi “pahlawan” bagi perempuan. Demi perempuan lah laki-laki berpoligami dalam rangka melindungi dan… banyak lagi argumentasi.
Bagi yang Anti-poligami. Alasan perempuan lagi yang dibahas. Kasihan dong perempuan menjadi korban, kasihan dong wanita di dua hati dan… banyak argumentasi lainnya.

 

Tubuh Perempuan, Ajang Perang Ideologi

Faktanya, banyak perempuan yang justru mengayomi dan menghidupi laki-laki secara ekonomi. Egoisme laki-laki masih saja dikedepankan, ini tuntuan agama!

Di sini saya tidak bermaksud menghilangkan syariat tentang diperbolehkannya poligami, tetapi lihat dan pikirkan baik-baik semua tindakan kita. Jangan sampai ingin menjadi sok “hero” berujung menjadi “public enemy”


Mari kita coba bahas untung rugi dari sisi laki-lakinya!
“Demonstrasi dengan membawa kerbau, bagaimana mas?” tanya seorang teman menggangu saya menulis postingan ini. “Boleh asal jangan sengaja dipilih yang betina!” jawab saya
 

Salam

Baca Juga